Dalam sebuah artikel dikatakan bahwa PLC dan DCS mempunyai fungsi yang sama. Saat ini perbedaan
DCS dan PLC telah kabur karena masing-masing telah saling mengambil peran. PLC mengambil
sebagian peran DCS dan sebaliknya.
Gambar arsitektur DCS. Sumber : http://www.peparab.com
– DCS (Distributed Control System) sesuai dengan namanya adalah sebuah SISTEM PENGONTROLAN
yang bekerja menggunakan beberapa controller dan mengkoordinasikan kerja semua controller
tersebut. Masing-masing controller tersebut menangani sebuah plant yang terpisah. Controller yang
dimaksud tersebut adalah PLC.
– Sedangkan PLC (Programmable Logic Controller) sesuai dengan namanya adalah sebuah
CONTROLLER yang dapat deprogram kembali. Jika PLC hanya berdiri sendiri dan tidak digabungkan
dengan PLC yang lain, SISTEM pengontrolannya dinamakan DDC.
Jadi, PLC adalah sub sistem dari sebuah sistem besar yang bernama DCS. Yang sejajar dalam hal ini
adalah DDC dengan DCS dan FF, serta PLC dengan SLC, Microcontroller, dan sebagainya.
Benarkah demikian?
Perkembangan awal PLC, difungsikan lebih ke logic Control (Discrete Input/Output). Tapi Sekarang,
PLC sudah mengakomodasi bukan hanya discrete Input/Output, didalamnya sudah dapat menerima
signal dari Thermocouple, RTD, Load Cell, dan sebagainya langsung ke I/O PLC.
Mungkin ini yang menjadi “kabur”, dimana fungsi-fungsi tersebut sebelumnya dipegang oleh DCS,
sekarang dengan PLC saja sudah bisa.
PLC pada dasarnya hanya pengontrol logika yang dapat diprogram. Walaupun pada perkembangannya
PLC sudah dilengkapi analog signal, kemampuan aritmatiknya sangat terbatas.
Sedangkan DCS, Sistem Pengendali terdistribusi Penekanannya ada di D-nya, Distribusi, yaitu
distribusi tiga hal : Distribusi Resiko kegagalan, Distribusi lokasi dan Distribusi Pengendalian dan Man
Power.
Secara tradisional, memang benar bahwa DCS lebih lambat responnya dibanding PLC. Karena memang
untuk regulatory control tidak perlu respon yang terlalu cepat karena kalau gagal masih ada safety
shutdown system. Satu (1) second overall masih cukup untuk hampir semua aplikasi. Berbeda dengan
safety application yang sering merupakan ladang PLC.
Sekarang, kelihatannya sudah berbeda karena hardware dari yang secara tradisional DCS vendor makin
“seperti PLC”.
Ada yang mengatakan, “PLC itu Install and Forget it”, kalau DCS kebalikannya, karena lebih bersifat
kompleks dan perlu monitoring.
Kalau dilihat dari kompleksitas sistemnya, tergantung bagaimana konfigurasi sistem yang dipasang.
Shutdown System Plant dengan menggunakan PLC-based juga bisa sangat kompleks, jauh lebih
kompleks dibanding dengan DCS. Kalau tidak, mengapa para ahli sedemikian peduli sampai
mengeluarkan IEC-61508, IEC-61511, IEC-62601 dan sebagainya.
PLC terbaru saat ini sudah sanggup untuk mengolah sejumlah besar informasi secara real time karena
sudah memiliki RAM antara 2 – 6 MB, memiliki konektivitas dengan Ethernet dan dapat diprogram
dalam bentuk teks terstruktur maupun ladder logic.
Pun, umumnya dioperasikan dengan Windows XP, dilengkapi dengan Human Machine Interface, HMI
(misalnya Rockwell RSView), yang memungkinkan diadopsinya aplikasi Visual Basic, Hysys dan aplikasi
lainnya.
Integrity level PLC tidak bisa dipandang secara individual, seharusnya dipadukan dengan final element
dan sensor sebagai satu kesatuan Safety Instrumented Function (SIF).
Perbedaan PLC dan dcs sekarang sudah tidak ada lagi, karena perkembangan teknologi yang sudah
maju.. dimana PLC sudah banyak yang berperan sebagai DCS, malah lebih dari itu PLC bisa berperan
seperti SAP…!
PLC seringkali dipakai untuk safety system (trip system dari suatu equipment). Walaupun di DCS ada
fasilitas LOGIC maupun sequence, kebanyakan untuk trip system, sinyal tripnya tetap diumpankan ke
PLC, misalnya alarm LL dari level steam drum sinyalnya diumpankan ke PLC untuk men-TRIP-kan
Boiler.
Jadi perbedaan PLC ama DCS mungkin terletak pada kecepatan responnya.
Dari studi kasus, di Caltex, DCS sudah lama dan ada penggantian dengan sistem PLC+MMI. Tapi
biasanya, kalau di perusahaan migas ada dua sistem DCS dan PLC. PLC untuk Fire/gas and Shutdown
System, DCS untuk Continuous Control. Juga banyak aplikasi yang lainnya, seperti spesifik kontrol
untuk Compresor/turbin, Vibration Monitoring, Flow Computer System, Optimization,dan lain-lain.
Dan semua apikasi itu bisa disambungkan ke DCS. DCS bisa memonitor semua sistem yang ada
(PLC+MMI, flow computer, turbin control, optimization software, dan lain-lain). Mungkin sebenarnya
bisa aja ditangani oleh satu DCS saja atau PLC+MMI saja. Tetapi di perusahaan Oil and Gas dibuat
banyak sistem, salah satu alasannya untuk redundancy, kalau memakai satu sistem saja sekali mati,
mati semua plantnya. Tetapi, kalau di industri makanan, mungkin cukup PLC+MMI saja, karena lebih
murah daripada membeli DCS yang mahal.
Pendapat lainnnya mengatakan bahwa PLC tidak sama dengan DCS, PLC bukan sub sistem DCS dan
DCS bukan PLC yang dibesarkan.
Bila dilihat dari awal terbentuknya kedua perangkat itu, PLC dibuat untuk menggantikan Relay Logic
yang berfungsi sebagai shutdown system. DCS dibuat untuk menggantikan Controller (single Loop,
multi loop, close loop, open loop, etc), yang mengendalikan jalannya Proses (Proses Control). Proses
Controller tentu tidak sama dengan Logic Controller, dan jangan dipisahkan, karena akan berbeda
maknanya.
Dalam aplikasinyapun begitu. Maukah jika pada sistem pengaman (ESD/PLC) kita terjadi kegagalan,
maka semua Control Process menjadi Uncontrol, karena PLC digunakan sebagai System Control..??
Atau sebaliknya, kita sudah tidak memiliki sistem pengaman (ESD/PLC), ketika Sistem Control
terhadap proses (DCS) terjadi kegagalan, karena DCS juga digunakan sebagai ESD..???. Lebih jelas lagi
jika kita melihat “kewajaran” peruntukannya kedua sistem tersebut. PLC “wajar/layak” digunakan untuk
sistem pengaman (ESD) kompresor, pompa, turbin, heater, boiler, dan “Equipment Proses” yang lain.
Sementara DCS, kewajaran peruntukannya adalah sistem “Pengendalian / Control”. Pengendalian
terhadap perubahan level, flow, press, dan “Variable Proses” yang lain.
Pada pengembangannya, PLC mulai menggunakan “Analog Input”. Input dari Transmitter atau
Thermocouple. Tapi coba kita lihat ke Software pemrograman logic. Semua Analog input akan diubah
menjadi Digital dan kembali menjadi parameter digital pada fungsi Logic yang digunakan. Kalaulah
PLC kemudian memiliki fungsi PID Controller, lebih cenderung diperuntukan ke sistem dimana ESD
dan proses control merupakan satu kesatuan Sequence yang tidak bisa dipisah. Misalnya Turbo
Machinery Control.
Tetapi kalau Aplikasi Anti surge, bukanlah ESD, dan lebih cenderung ke fungsi Control (bukan Logic).
Bisa dilihat dari kasus sebagai berikut yang mungkin akan lebih terlihat dimana PLC dan DCS wajar
diaplikasikan.
Pada sebuah kompresor yang menggunakan sistem Auto Start untuk Pompa Lube Oil (L.O). Pompa
yang normal beroperasi adalah Pompa Turbine (PT) dan Stand by adalah Pompa Motor (PM). Jika Press
L.O. turun karena sesuatu hal misalnya PT Trip, setelah mencapai setting Press PM akan Auto Start.
Penggunaan Sensor Press L.O. berupa Electronic Smart Pressure Transmitter dan Press.Trans. menjadi
Analog input di PLC.
Kejadiannya adalah : Saat PT Trip, PM terlambat Start dan kompresor Trip, karena turunnya press
sangat cepat dibawah satu (1) detik. Setelah dilihat terjadi keterlambatan respon pada
Press.transmitter, walaupun damping sudah minimum. Ternyata memang semua peralatan berbasis
microprocessor itu akan memiliki Dead Time (juga dikatakan di Manual Book). Untuk mengatasinya
kembali digunakan Pressure Switch untuk sistem Auto Start L.O. (sesuai desain awal). Apakah ada
standard yang mengatakan sensor dari Sistem Logic ESD harus menggunakan Switch..??? Alangkah
terlambat lagi jika input PLC berasal dari DCS.
Dari cerita di atas, apakah kita akan menggukan DCS untuk fungsi PLC dan PLC untuk DCS..?
Membicarakan mengenai beda antara PLC dan DCS selalu saja akan campur aduk kalau tidak di set
dari awal kerangka berbicaranya pada tataran definisi atau realitas/kemampuan hardware software
architecture-nya dalam mengerjakan tugas tertentu.
Kalau berdasarkan definisinya, maka :
PLC = Programmable Logic Controller
PLC secara definisi adalah sebuah controller (processor) yang bisa diprogram (programmable) yang
fungsinya adalah menjalankan (execute) fungsi-fungsi logic. Logic yang dimaksud di sini, melihat
pada sejarah awal dibuatnya, adalah discrete/sequence function yang biasanya ditangani oleh relay.
Dari awalnya para vendor yang mengusung nama PLC memang bergerak di bisnis discrete/sequence
control.
DCS = Distributed Control System
Apapun system control yang terdistribusi (Sebagai lawan dari DDC = direct digital control)
dikategorikan sebagai DCS. Pada DDC seluruh control dilakukan dalam central processor sehingga
apabila dia kegagalan, seluruh control plant akan ikut gagal. DDC, digunakan hampir, kalau tidak bisa
disebut keseluruhannya sebagai Regulatory Control. Dan dari awalnya vendor-vendor yang
mengusung nama DCS memang menggunakan produknya sebagai regulatory control.
Celakanya, para vendor yang ada pada masing-masing kubu ini mulai saling berebut pasar (terutama
vendor yang dulunya mengaku vendor PLC). Ini disebabkan karena kemampuan processor/CPU dan
juga memori yang makin cepat dan harganya juga makin murah.
Mereka mulai “mengkhianati” dan mulailah ada cross application. Vendor yang dulunya mengusung
nama PLC sudah mulai memasuki arena regulatory control karena mereka mulai pede dengan barang
mereka. Demikian pula Vendor yang dulunya mengusung nama DCS mulai tertarik memasuki arena
discrete karena dari segi hardware saat ini sudah memungkinkan processor-nya punya execution time
yang cepat sehingga pasar dicrete sudah bisa dimasuki.
Dengan begitu, kalau melihat pada menyataan kemampuan architecture barang yang dimiliki masingmasing,
maka pengertian PLC dan DCS sudah mulai kabur. Maka kalau standard mengatakannya
adalah “Programmable Electronic”. Anything programmable and its electronic based device.
Khusus mengenai dikotomi switch dan transmitter, spesifikasi response transmitter yang response
timenya (include dead time) adalah 100 ~ 500 miliseconds. Dead timenya sendiri 40 ~ 100
miliseconds. Standard tidak menyarankan mana yang lebih baik dipakai karena kedua-duanya sama
baiknya tergantung aplikasinya (bahkan akibat kemampuan transmitter yang bisa dipakai untuk check
trend data analog, maka pemakaian transmitter makin popular.
Kalau terdapat masalah dengan transmitter jangan langsung ambil kesimpulan bahwa switch lebih
baik daripada transmitter. Jangan-jangan transmitternya model kuno, atau salah pasang setting
sehingga backup pump terlambat jalan. Untuk pompa berapa kecepatan respon pompanya sendiri
yang notabene mechanical ??? Penentuan settingnya lebih krusial daripada mempermasalahkan switch
atau transmitter.
Dalam teori, controller sebuah safety control disarankan terpisah dari controller process control.
Namun, hal ini bukanlah sebuah kemutlakan yang harus diikuti. Terkadang sebuah process control
tidak bisa dipisahkan dengan safety control. Contoh : pada sebuah test station onshore, ESD adalah
process control itu sendiri termasuk sistem alarmnya. Interlocking system yang berfungsi
mengidentifikasi dan menindaklanjuti alarm-alarm kritikal semisal HHLL pada vessel juga adalah
bagian dari process control.
Artikel yang dimaksud di atas lebih tepat mengatakan bahwa “DCS dan PLC mempunyai banyak
fungsionalitas yang sama”. Kalau dikatakan bahwa “DCS dan PLC mempunyai fungsi yang sama”, dapat
diartikan bahwa seluruh functionality DCS dan PLC sama, padahal masih ada banyak fungsionalitas
yang tidak sama antara DCS dan PLC.
Perbedaan fungsionalitas tersebut juga berarti bahwa DCS dan PLC tidak bisa di-implementasikan
pada aplikasi yang sama. Misalnya untuk sebuah large chemical plant, tetap diperlukan kedua sistem
DCS dan PLC, masing-masing untuk aplikasi sesuai dengan rancang bangun atau kegunaan dari
sistem (DCS atau PLC).
* DCS bukanlah PLC yang besar. Kita bisa mempunyai DCS dengan 300 I/O dan 2 Processor Module,
dan PLC dengan 8000 I/O dengan satu atau dua Processor Module; System Architecture DCS dan PLC
berbeda.
* DCS juga bukan PLC-PLC yang terintegrasi menjadi satu system besar. Kata “Controller” pada PLC
lebih ditujukan sebagai “Logic Controller”, sedangkan pada DCS lebih ditujukan sebagai “Process
Controller”
* Baik DCS maupun PLC adalah configurable dan reconfigurable
* DDC dan PLC digabung ataupun tidak adalah dua system yang berbeda
* Kita tidak bisa menyejajarkan sistem yang berbeda-beda; sedangkan untuk sistem yang sama pun
(sesama DCS atau sesama PLC) tidaklah mudah untuk menyejajarkan satu dengan yang lain.
Tetapi memanglah demikian adanya. Topik ini adalah topik klasik yang sering dibicarakan dalam
berbagai technical forum, tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara internasional, dan tetap tidak
membuahkan konklusi. Yang penting kita gunakan sistem yang sesuai dengan kegunaan.
Dikutip dari : forum artikel yang sudah tidak jelas lagi sumber awalnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar